Minggu, 14 Oktober 2012

Trust is Worth

pengalaman ini saya alami sudah cukup lama. namun, prokrastinasi selalu berhasil menguasai jalan pkiran dan emosi saya. Di titik inilah saya mengerti seberapa pentingnya kepercayaan menjadi salah satu titik ukur kredibilitas seseorang. dan selalu guru yang paling hebat adalah pengalaman yang kita alami yang membuat kita semakin dewasa dan memahami bahwa orang akan selalu memegang omongan kita sebagai

alkisah ini berkaitan dengan cerita perjalanan saya kembali ke tanah rantau, Bintaro untuk menyelesaikan persyaratan kelulusan di STAN. tidak seperti biasanya, kali ini saya tidak ikut rombongan besar yang berisi anak-anak Pati. selain itu teman yang sering saya ajak partner-ing setiap perjalanan pulang/balik sudah meninggalkan Pati lebih awal. kebetulan saya tidak bisa bareng dengan mereka karena masih ada acara keluarga keesokan harinya. sebenarnya bukan hal yang baru ketika saya harus menghadapi kenyataan menjadi lone traveler. namun akhirnya ada beberapa yang ikut dengan saya sesuai dengan jadwal keberangkatan yang telah ditetapkan.

ironisnya, saya adalah cewek satu-satunya di antara rombongan yang hanya berempat itu. seperti biasa saya sudah sering berada dalam kondisi seperti itu. tidak cukup sebagai koordinator, saya juga ditunjuk sebagai pengurus tiket mulai dari pemilihan armada, pemesanan sampai pengambilan dengan alasan rumah saya yang paling dekat dengan terminal. oke, make sense sih -__-" terlepas isu gender yaa

status mahasiswa yang erat hubungannya dengan kegiatan penghematan membuat saya selalu punya banyak pertimbangan ketika membuat sebuah pilihan. dengan argumen masih belum terlalu jauh dengan lebaran, armada bus yang biasa saya naiki menetapkan tarif tuslah, lebih mahal dari harga normal. padahal sejurus kemudian saya mencari alternatif lain berharap ada yg lebih murah dan berkualitas. sebenernya kl cuma sendiri justru lebih mudah, kalo membawa amanah orang lain tentu tidak boleh egois kan. akhirnya saya dapat bus yang lebih murah, walaupun cuma beda tipis dengan bus langganan. sebelum memutuskan, saya minta pertimbangan dengan teman yang lain. mungkin inilah the power of talk. karena mereka percaya kepada saya, mereka menyerahkan semuanya kepada saya. awalnya saya biasa saja sebelum saya menyadari rasa bersalah yang sangat ketika membuat sebuah pilihan yang salah.

sebelum itu, saya juga sudah mencederai nama saya sendiri ketika saya tidak jadi memesan bus langganan saya. kenapa? karena sudah seminggu yang lalu saya menghubungi agen dan agak mendesaknya. kl mau cari pembenaran, saya bisa aja bilang agennya kurang profesional karena ga mau memberti tahu tarif sampai hari H dan kursi yang bisa saya pilih. perlakuannya beda sekali ketika kakak atau teman laki-laki saya yang pesan -,- saya tidak mau bersuudzon untuk hal ini. sebenarnya ketika H-1 saya sudah berniat untuk membayar tunai ketiga tiket yang sudah dipesan kemarin. entah berapa pun harganya. karena kami mengejar waktu keberangkatan ke Lebak Bulus. ketika sampai di terminal, saya langsung menuju agen bus tersebut. pegawai agen yang jaga kebetulan sama dengan pegawai yang menjadi contact person pemesanan tiket.
"mbak, saya Milki yang pesen 3 tiket kemarin"
"ooh mbak Milki. iya tiket buat besok harganya 200ribu"
"lah kok masih mahal mbak? emang masih tuslah?"
"ya emang udah harganya segini. coba aja cek di bus lain mbak" (Sambil beneran nyuruh investigasi ke agen lain)

tanpa sepatah kata saya langsung melipir ke agen bus lain. lebih karena masalah ekonomi, bkn krn motif pribadi. di salah satu agen saya mendapat harga 185ribu. tanpa pikir panjang, saya langsung pesan dan bayar di tempat. ketika meninggalkan terminal, tidak sekali pun saya melirik ke agen bus yang sebelumnya tersebut.

di hari keberangkatan

0 komentar:

Posting Komentar